Wednesday, March 10, 2010

KARYA KAHLIL GIBRAN RINTIHAN DARI KUBURAN

Emir menaiki tahta keputusan. Orang bijak dari kotanya duduk di kanan kirinya, wajah2 mrk kusut memikirkan buku dan risalahnya. Bala tentara siap siaga di sekelilingnya, pedangnya ditarik dan tombak2 diangkat. Orang2 berdiri di hadapannya, beberapa datang dgn rasa ingin tahu menyaksikan, yg lain menunggu keputusan atas kejahatan seorang sanak saudara, tp semua menundukkan kepalanya dan menghindarkan pandangannya. Mrk menahan nafasnya seolah2 mata Emir memiliki kekuatan mencari teror di dlm jiwa dan hati mrk. Akhirnya, hadirin tumpah ruah dan saat keputusan tiba. Emir mengangkat tangannya dan berteriak, 'Bawa penjahat itu ke hadapanku, satu demi satu, dan katakan pdku kelakuan buruk dan pelanggarannya.'
Pintu penjara terbuka, menampakkan kesuraman dinding2 di dlmnya. Ia seperti seekor hewan buas yg sangat lapar menjulurkan leher ke bawah. Dari arah dlm terdengar belenggu dan rantai yg berderak2 dan jeritan2 kesakitan para tahanan. Para penonton beralih untuk melihat seolah2 di sekitar mrk melihat sasaran kematian muncul dari kedalaman kuburan.
Sejurus kemudian dua org tentara muncul dari penjara menggelandang seorang pemuda, tangannya dibelenggu. Wajahnya tdk bahagia dan roman mukanya menyiratkan penderitaan yg mendalam dari jiwa luhur dan hati yg berani. Mereka menempatkannya di tengah pengadilan dan melangkah sedikit ke belakang ke arah kerumunan. Emir memandangnya selama semenit , lalu bertanya, 'Apakah kejahatan org yg berdiri di hadapan kita ini dgn kepalanya yg tetap tinggi, seolah2 dia berada di suatu tempat terhormat, dan bukan di dermaga keadilan?'
Seorang pelayannya menjawabnya,'Dia seorang pembunuh jahat. Kemarin dia menentang seorang pejabat yg berkunjung ke desa2 mengenai urusan Emir. Dia menghempaskan pejabat itu ke tanah dan menggagahinya. Pedang menetes dgn darah org yg terbunuh masih di tangannya.'
Emir beranjak dari singgasananya dgn gusar. Matanya menyala dgn marah. Dia menjerit dgn suaranya yg paling nyaring, 'Kembalikan dia ke kegelapan dan beratkan tubuhnya dgn belenggu. Ketika fajar tiba esok hari, penggal kepalanya dgn pedang. Buang tubuhnya keluar kota agar dimakan oleh burung hering dan hewan liar. Biar angin membawa bau busuknya kpd keluarganya dan semua yg mungkin mencintainya.'
Pemuda itu digelandang kembali ke penjara, dan org2 melihatnya dgn kasihan dan keluhan mendalam, krn dia adalah anak muda di musim semi kehidupan, dan tubuhnya betul2 tampan.
Dua tentara itu menggelandang tahanan lain, kali ini seorang dara yg cantik. Sebuah selubung kabut dari penderitaan yg besar mengotori roman muka yg cerah dari parasnya. Matanya merah krn tangisan. Kesedihan dan penyesalan yg mendalam memberatkan lehernya.
Emir menatapnya dan berkata, 'Apakah kesalahan yg telah dilakukan perempuan kerempeng ini? Dia hampir tdk tegak di hadapanku dibanding bayangan di sampingnya.'
Salah seorang tentara itu menjawab, 'Dia seorang penzina. Suaminya memergoki secara tiba2 pd malam hari dan menemukannya dlm pelukan kekasihnya. Suaminya menyerahkannya kpd polisi, tp dilarikan temannya'.
Emir memandangnya. Kepalanya tertunduk dgn rasa malu. Bersama kekuatan dan kekerasan, maka Emir pun bicara, 'Telentangkan dia di atas karpet duri, sehingga dia bisa mengenang ranjang yg dia permalukan beserta pelanggarannya. Beri dia cuka dicampur dgn jamu pahit untuk diminum, untuk mengingatkan dirinya mengenai rasa bibir yg terlarang. Saat fajar tiba, bawa dirinya telanjang dari kota bersama batu nisannya. Tinggalkan dia di sana, sehingga dagingnya dapat memberi kenikmatan bagi kawanan serigala dan tulangnya dikerkah oleh kawanan belatung dan lalat!'
Perempuan itu menghilang ke belakang dlm kegelapan penjara. Para penonton memandangnya.. Kagum atas keadilan emir dan mengasihani kecantikan wajahnya yg dilanda duka dan matanya yg tak bahagia.
Kedua tentara itu muncul untuk ketiga kalinya sambil menyeret seorang lelaki yg lebih tua. Kakinya gemetar mengikuti di belakangnya sepanjang lantai, seperti dua carik yg sobek dari keliman bajunya. Dia memandang dgn gelisah ke semua jurusan, matanya dihantui penderitaan, kemiskinan, dan keadaan yg menyedihkan sekali.
Emir memandang pdnya, dan berkata dgn suara yg menjijikkan, 'Apakah kejahatan kotoran ini, yg berdiri laksana org mati di tengah2 org hidup?'
Salah seorang tentara itu menjawab, 'Dia tak lain seorang pencuri. Dia mendobrak gereja pd malam hari, tapi biarawan2 saleh menangkapnya. Di dlm bajunya mrk menemukan piala misa suci dari altar suci mrk.'
Emir menatapnya seperti seekor elang lapar menatap seekor merpati yg bersayap patah. Dia memekik, 'Bawa dia ke bawah dlm kegelapan dan ikat dia dgn besi. Saat fajar tiba, tahan dia pd sebuah pohon tinggi dan gantung dia dgn tali linen. Biarkan tubuhnya tergantung antara bumi dan langit. Cuaca akan menaburkan jari jemarinya yg mencuri dan angin akan merobek anggota tubuhnya menjadi kepingan2.'
Mereka membawa pencuri itu kembali ke penjara, dan org2 saling berbisik, 'Bagaimana mungkin pendosa lemah ini berani mencuri piala misa dari biara suci?'
Emir turun dari singgasana pengadilan, diikuti oleh org2 bijak dan para penasehat hukum. Para tentara itu berbaris di depan dan di belakangnya. Kerumunan penonton memencar. Arena dikosongkan dari semuanya, kecuali jeritan para tahanan, dan rintihan kesakitan yg mengibas bagai bayangan pd dinding.
Aku berdiri menyaksikan seperti sebuah cermin yg ditempatkan di depan bentuk yg bergerak, merenungkan undang2 serta manusia yg menyusahkan manusia lain, mempertimbangkan dgn hati2 ,,, bersambung

No comments:

Post a Comment