Friday, March 5, 2010

PRAHARA 2

Kini jika engkau percaya akan kebenaran dari apa yg kau tuturkan, tinggalkanlah manusia dgn adat rusak dan undang2 yg tak bernilai. Hiduplah di tempat yg terpencil dan jangan mematuhi hukum kecuali hukum bumi dan langit!'
Aku membalas,' Tuan, aku percaya apa yg kukatakan'
Dia mengangkat tangannya dan berbicara dgn suara keras dan pongah, 'Percaya adalah satu hal, namun perbuatan adalah hal yg lain, namun hidup mereka seperti rawa2 busuk. Mereka yg menengadahkan kepalanya di atas puncak gunung, namun jiwa mereka tetap tidur dalam kegelapan gua-gua.'
Sementara dia berbicara, aku tak sempat menyela. Dia bangkit dari tempatnya dan menempatkan burung murai di atas pakaian lusuh di dekat jendela. Dia lalu mengambil segenggam ranting kering dan melemparkannya ke atas api, sambil berkata.'Tanggalkan sepatumu dan keringkanlah kakimu. Kelembaban tidak sehat untuk manusia. Keringkanlah pakaianmu dan janganlah merasa segan'
Aku beranjak dan berdiri di dekat perapian, uap mengepul dari bajuku yg basah, sedangkan dia tetap tegak berdiri di pintu pondok, sambil memandang langit yg sedang murka.
Sejurus kemudian, aku bertanya pdnya, 'Sudah lamakah Anda tinggal di biara ini?'
Dia menjawab tanpa memandangku,'Aku datang kemari ketika bumi tanpa bentuk, dan jiwa Tuhan bergerak di atas permukaan air'
Tetapi dlm hatiku aku berfikir,'Betapa anehnya orang ini, dan betapa sulit untuk mengenalinya apa adanya. Meskipun demikian, aku harus bertanya pdnya dan mempelajari misteri2 jiwanya. Aku akan menanti dgn sabar sampai dia berhenti menghina dan menjadi lebih lunak dan lembut.'
Kegelapan menebarkan jubah hitamnya di atas lembah2, dan hujan turun terus menerus sehingga aku membayangkan bahwa banjir telah datang untuk kali kedua demi menghancurkan kehidupan dan memurnikan bumi dari kotorannya. Amukan prahara rupanya menciptakan kedamaian dlm jiwa Yusof el-Fakhri, sebab kadangkala suatu akibat memiliki dampak yg bertentangan. Kebenciannya pdku tiba2 berubah menjadi persahabatan. Dia bangkit dan menyalakan dua kandil. Dia meletakkan sebuah kendi tanah berisi anggur dan sebuah nampan berisi roti, keju, buah zaitun, madu, dan buah2an kering di hadapanku. Dia duduk di hadapanku dan berkata dgn santun,'Ini semua adalah makanan yg kupunya. Silakan, saudaraku, membaginya bersamaku.'
Kami menyantap makan malam kami dlm kebisuan, diiringi raungan angin dan ratapan hujan. Kuamati wajahnya di antara suapan2, mendalami untuk menemukan petunjuk yg tersembunyi di kedalaman jiwanya yg mungkin menyiratkan makna kehendak hati dan perasaannya, misteri2 yg berakar dlm jiwanya.
Setelah dia menghentikan makan malam, dia mengangkat sebuah ceret tembaga berisi kopi panas, menuang kopi murni yg harum ke dlm dua buah cawan, dan membuka kotak berisi rokok. Dengan tenang dia berkata.'Silahkan.saudaraku.'
Aku mengambil sebatang rokok dan mengangkat cawan kopi. Aku hampir tdk percaya pd apa yg aku lihat. Dia memandang seolah2 dia mengerti pikiranku, dia tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Setelah kunyalakan rokok dan menyesap sedikit kopi, dia berkata.'Pasti, Anda terkejut menemukan anggur,tembakau, dan kopi di biara ini, serta makanan dan selimut . Aku tak menyalahkan Anda, karena Anda, seperti kebanyakan orang,membayangkan bahwa pengasingan dari khayalak ramai berarti pengasingan dari kehidupan dan dari kesenangan2 alamiah serta kegembiraan yg bersahaya dari kehidupan.'
Aku menjawab,'Ya, Tuan, krn kita biasa berfikir bahwa seseorang yg membelakangi dunia, untuk beribadah kpd Tuhan, meninggalkan di belakangnya segala kenikmatan dan kesenangan dunia demi hidup bersahaya, asketik, dan kehidupan menyendiri, mencukupi dirinya dgn air dan tumbuhan bumbu.'
Dia berkata, 'Aku bisa beribadah kpd Tuhan meskipun tinggal di tengah masyarakat, krn beribadah itu tdklah memerlukan pengasingan dan kesendirian. Aku tdk meninggalkan dunia untuk menemukan Tuhan, krn aku telah menemukan-Nya di rumah ayahku dan di setiap tempat yg lain. Aku mengelak khayalak ramai krn sifatku tdk sesuai dgn sifat mrk, impian2ku tdk seirama dgn mimpi2 mrk. Aku meninggalkan khayalak ramai krn kutemukan diriku adalah sebuah roda yg berbelok ke kanan di antara banyak roda yg berbelok ke kiri. Kutinggalkan kota hingga kutemukan sebuah pohon yg rusak,tua dan kuat, dgn akar2 yg terhunjam di kegelapan bumi dan cabang2nya menggapai mega. Namun bunga2 adalah ketamakan,penganiayaan, dan kejahatan. Buah2nya adalah kesengsaraan, penderitaan dan ketakutan. Orang2 budiman mencari korupsi apapun untuknya yg akan mengubah hakikatnya, tp mrk gagal. Mereka mati karena kecewa,tertindas dan dikalahkan.'
Pada saat itu, dia bersandar pd perapian, sambil melihat untuk menemukan kesenangan di dlm pengaruh kata2nya terhadapku. Dia agak memperkeras suaranya dan melanjutkan, 'Tidak, aku tdk mencari kesendirian untuk beribadah, bertapa, krn ibadah adalah nyanyian hati dan akan mencekau telinga Tuhan justru jika berpadu dgn suara ribuan org. Bertapa? Itu mengawasi tubuh dan membuat malu hasratnya. Ini tak mendapat tempat dlm agamaku. Tuhan menciptakan tubuh sebagai kuil bagi jiwa. Kita hrs melindungi kuil ini agar ia tetap kuat dan suci, cocok untuk keilahian yg turun ke dalam nya.
'Tidak,saudaraku, aku tdk mencari kesunyian untuk beribadah dan bestapa. Aku mencarinya ketika aku mengelak dari khalayak ramai, dari undang2 dan ajaran dan kebiasaan serta pikiran2nya, dari tuntutan dan ratapannya. Aku mencari kesunyian agar aku tak melihat wajah org2 yg menjual jiwa mereka demi membeli sesuatu yg lebih murah . . .bersambung

No comments:

Post a Comment