Sunday, March 14, 2010

RINTIHAN DARI KUBURAN 3

Dia membelai rambutnya yg ikal dgn ujung2 jarinya dan tersedu2 di kedalaman hatinya. Ketika dia merasa letih meratap dan bersedih hati, dgn tergesa2 dia mulai menggali tanah dgn tangannya. Ketika dia sudah menggali cukup dalam, dia menarik kepala pemuda itu ke arahnya dan dgn perlahan meletakkannya di sana,menempatkan kepalanya yg berlumuran darah di antara tangannya. Setelah dia menutupi dgn tanah, dia menancapkan pd kepala kuburannya pedang tajam yg telah memenggal kepala pemuda itu.
Tatkala dia bergerak meninggalkan kuburan itu, aku mendekatinya. Dia melirik, bergetar dlm ketakutan, lalu berdiri dgn kepala tertunduk, airmata yg hangat tumpah dari matanya. Dgn berbisik dia berkata, 'Laporkanlah aku kpd Emir jika kau mau. Itu lebih baik bagiku untuk mati dan bersatu dgn seseorang yg membebasanku dgn tangan rasa malu drpd membiarkan jasatnya jadi santapan burung hering dan hewan liar.'
Aku membalas, 'Kau tak perlu takut pdku, perempuan malang, krn aku menyesali nasib pemudamu di hadapanmu. Lebih baik, ceritakan pdku bagaimana dia menyelamatkan engkau dari tangan rasa malu.'
Dia berkata, dgn suara tercekik, 'Petugas Emir mendatangi kebun kami untuk mengumpulkan panen dan pajak. Ketika dia melihatku, dia memandangku dgn kepuasan tersembunyi dan memungut pajak atas kebun ayahku begitu besar, yg org kaya pun tak sanggup membayarnya. Dia menangkapku untuk membawaku ke istana Emir di tempat emas. Dgn air mata aku memohon belas kasihan tp dia tak memperdulikanku. Aku membela bahwa ayahku sdh uzur, tp dia tak punya rasa belas kasihan. Akhirnya aku berteriak minta tolong kpd org kampung. Pemuda ini tunanganku, datang dan menyelamatkanku dari tangannya yg kejam. Petugas itu menyala dgn kemarahan dan menyerangnya. Pemuda itu berlari lebih cepat darinya dan menangkap dgn cepat sebilah pedang tua yg tergantung di dinding. Dia menabrak petugas itu empertahankan hidupnya sendiri dan kehormatanku. Sebagai seorang lelaki yg jujur, dia tdk melarikan diri spt seorang pembunuh tetapi menunggu, berdiri dekat jasat pemuda itu sampai tentara datang dan membawanya ke penjara yg berjeruji besi.'
Ketika dia mengatakan ini, dia memandangku dgn ekspresi yg meluluhkan hati, lalu berbalik menjauh dan terburu2, gema dari tangisan kepedihannya yg mendalam membuat ether bergetar dan terguncang.
Sejurus kemudian kulihat seorang pemuda di musim semi hidupnya menghampiri, wajahnya disembunyikan dlm jubahnya. Ketika dia mencapai jasat perempuan pezina itu, dia berhenti, melepaskan jubahnya, dan menutupi anggota badan perempuan yg telanjang itu dgn jubah itu. Dia mulai menggali kuburan dgn sebilah pisau yg ia bawa. Lalu dgn perlahan dia tempatkan tubuhnya di lubang itu, melimpahkan debu di atas tubuh perempuan itu untuk menyembunyikannya, setiap genggam bercampur dgn airmata yg berlinang dari bulu matanya. Ketika dia menyelesaikan tugasnya, dia memetik beberapa kuntum bunga yg tumbuh di sana dan menatanya dgn hati2 di atas kuburan itu. Saat dia mulai bergerak untuk meninggalkan, aku menahannya dan berkata, 'Apakah hubungan perempuan yg gugur ini dgn dirimu, sehingga engkau berani menentang keinginan Emir dan membahayakan hidupmu demi melindungi jasadnya yg hancur krn cabikan burung hering?'
Dia memandangku, kelopak matanya membengkak krn ratapan dan kurang tidur, menuturkan kedalaman kesedihannya dan cinta yg tersiksa. Dgn suara tertahan yg berbaur dgn desahan kesakitan, dia berkata, 'Aku lelaki sial yg menyebabkan dia dilempari batu. Aku mencintainya dan dia mencintaiku sejak kami tumbuh dewasa, cinta tumbuh di antara kami sampai sang cinta menjadi kemutlakan yg senantiasa kami layani dgn kasih sayang sepasang hati kami. Cinta menarik kami kpdnya dan memuliakannya dgn jiwa kami yg paling dalam, dan dia merangkul kami.
'Suatu hari ketika aku hrs pergi ke luar kota, ayahnya memaksanya untuk menikahi seorang lelaki yg dia benci. Ketika aku kembali dan mendengar berita ini, hari2ku berubah menjadi panjang dan malam2ku menjadi gelap gulita. Hidupku menjadi pergulatan yg getir dan berkepanjangan. Aku terus bergumul dgn kasih sayangku dan menentang kehendak hatiku sendiri, tp akhirnya mrk memaksaku sebagai org yg memandang aturan2 buta. Dgn diam2 aku mendatangi kekasihku, harapanku tak lebih drpd melihat cahaya matanya dan mendengar alunan suaranya. Kudapati dia sendirian, meratapi nasibnya dan hari2nya yg berkabung. Aku duduk bersamanya. Keheningan adalah percakapan kami dan kesucian adalah bahasa kami. Satu jam belum berlalu suaminya pulang dgn tak diduga2. Ketika melihatku, dia dipenuhi dgn pikiran2 kotor. Dia dgn tenang menangkap leher istrinya dgn tangannya yg kasar dan memekik dgn suara ternyaringnya, 'Lihatlah pezina dan kekasihnya!'
'Tetangga masuk menyerbu. Tentara datang untuk melihat apa yg terjadi, dan dia menyerahkan istrinya ke dlm tangan2 kasar mrk. Mrk membawanya, rambutnya terurai, pakaiannya tercabik2. Tapi terhadapku, tak seorangpun menyentuhku memperlakukan diriku dgn kejahatan apa pun, krn hukum yg buta dan adat yg tak adil menghukum perempuan kapan pun dia jatuh tapi sangat ramah kpd lelaki.'
Pemuda itu pergi kembali menuju kota, sambil menyembunyikan wajahnya dgn pakaiannya. Aku tetap di belakang, dgn tenggang hati dan sedih memandang mayat pencuri yg tergantung itu. Dia begerak2 sedikit krn angin mengusik cabang2 pohon, gerakannya sebuah permohonan kpd jiwa2 langit krn dia tewas dan terbaring di atas dada bumi berikutnya demi org yg membunuh demi kesatriaan dan martir cinta.
Satu jam kemudian seorang perempuan muncul, ,bersambung

No comments:

Post a Comment